Senin, 10 November 2008

Fortifikasi Tepung

Pemerintah Kanada melalui CIDA sudah membantu fortifikasi tepung terigu yang dilaksanakan oleh UNICEF dengan mitra Indonesia yaitu Departemen Industri dan Perdagangan. Kontribusi ynag diberikan CIDA adalah sejumlah 2 juta dolar Kanada.
Pelaksanaannya adalah Februari 2001 s.d. Desember 2002. Fortifikasi adalah program memasukan unsur nutrisi dalam makanan atau bahan pokok untuk makanan. Tujuan utamanya fortifikasi adalah untuk mengembalikan zat gizi yang hilang pada bahan makanan selama dalam pengolahan bahan makanan. Fortifikasi tepung terigu merupakan cara yang sangat praktis dan hemat biaya untuk meningkatkan masukan kebutuhan zat besi dalam masyarakat. Lembaga-lembaga internasional seperti UNICEF, Bank Dunia, ADB, USAID, CIDA dan lain sebagainya. Terigu - adalah tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Surat Keputusan (SK) Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 323/MPP/Kep/11/ 2001 tentang Penerapan Secara Wajib SNI Tepung Terigu fortifikasi sebagai Bahan Makanan. Syarat fortifikasi SNI tepung terigu adalah kandungan zat besi (Fe), seng (Za), vitamin B1, vitamin B2, dan asam folat dengan ukuran tertentu. Bank Dunia menyatakan bahwa program fortifikasi adalah program yang paling 'cost effective' diantara berbagai program kesehatan lainnya. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) berada dibawah kadar normal. Penyebab utamanya adalah kekurangan zat besi yang biasa disebut anemia gizi besi. Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil berkisar anatara 50-60%, anak balita sekitar 45% dan lain-lain.
Pemerintah mencabut wajib SNI tepung terigu pada 24 Januari 2008. Pencabutan wajib SNI tepung terigu sebagai salah satu butir kebijakan pengendalian pangan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 02/M-IND/Per/ 1/2008. Kekurangan zat gizi mikro secara umum menyebabkan gangguan tumbuh kembang dan kecerdasan, daya tahan tubuh rendah, anemia, serta meningkatkan risiko kebutaan.
Biaya yang diperlukan tidak mahal, hanya 0,5 persen dari harga produk. SK Menkes tersebut juga ditetapkan bahwa setiap tepung terigu yang diproduksi, diimpor atau diedarkan di Indonesia harus mengandung fortifikan zat besi 60 ppm, seng 30 ppm, vitamin B1 (thiamine) 2,5 ppm, vitamin B2 (riboflavin) 4 ppm dan asam folat 2 ppm.